Selasa, 29 November 2011

Tentang Senyum Seorang Sahabat

Ini adalah cerita tentang seorang sahabat. Hampir satu bulan lamanya setelah sahabatku itu pergi. Ke tempat yang tidak akan pernah bisa dicapai oleh manusia pada umumnya. Cukup lama kutekuri kepergiannya hingga beberapa pesan tentang hidup muncul di kepala.


Sudah tiga belas tahun aku mengenal dia sejak pertama kali kita bertanding sepakbola di lapangan SMP N 115. Kemudian masuk sekolah menengah dan universitas yang sama. Dari rekan setim basket SMA hingga akhirnya menjadi rival di kampus. Bagaimanapun juga, kami ada di kos yang sama dengan kamar yang saling berhadapan. Setelah kelulusan tiba, dia bekerja di salah satu perusahaan energi kelas satu di dunia. Akhir-akhir ini kudengar dia dipromosikan menjadi salah satu team leader termuda di perusahaan tersebut.


Sahabatku itu adalah salah satu orang yang diam. Tidak banyak bicara kecuali jika diperlukan. Walaupun sesekali bercanda tentang tim sepakbola, ujian, atau gadis idamannya. Seringkali aku mendapatkannya mengurung diri di kamar. Membaca. Entah itu buku wajib calculus atau komik One Piece. Beberapa bulan setelah kelulusan, aku mendengar kabar bahwa dia akan menikahi gadisnya itu.


Kemudian kehidupan berjalan masing-masing. Tidak terlalu banyak cerita. Apa adanya saja.



*** *** ***



Pada tanggal 30 Oktober 2011 pukul 00.30 dini hari waktu Belanda, aku mendapatkan pesan pendek dari seorang teman. Berita duka. Sahabatku berada dalam minibus travel yang terguling di kilometer dua tol Pasteur, Bandung. Nyawanya tidak terselamatkan. Beritapun menyebar demikian cepatnya dan itu adalah saat dimana seluruh orang yang mengenalnya serentak berkata, "Tidak percaya!". Kudengar bahwa dia dalam perjalanan pulang menuju Jakarta setelah mengunjungi istri dan anaknya di Bandung beberapa jam sebelum musibah itu terjadi.


Bukan hanya aku, tetapi semua yang mengenalnya mengakui bahwa sahabatku merupakan salah satu orang yang berakhlak baik. Beberapa hari setelah pemakaman aku membaca beberapa tulisan dari rekan-rekan kampusnya. Seluruhnya menyebutkan tentang kesan dan pengalaman pribadi mereka dalam berinteraksi dengan sahabatku itu. Bagaimanapun juga Tuhan punya cerita lain. Diantara rentetan memori baik tersebut, Dia menyisipkan peringatan bagi kita semua. Bahwa ajal sepenuhnya menjadi kuasa-Nya. Sebuah panggilan yang pasti akan datang.


Aku tak habis pikir. Mengapa orang sedemikian baik justru 'dipanggil' dengan cara yang rasanya kurang pantas dia dapatkan. Maaf, harus kusebut, kecelakaan naas. Mengapa orang sebaik dia 'ditidurkan' dengan tragedi? Dimana letak keadilan Tuhan? Lama kupikirkan alasan mengapa Tuhan mengambilnya sedemikian cepat. Apakah tugasnya didunia telah selesai? Bagaimana dengan anak dan istri sepeninggalnya? Keluarganya? Tidak berhenti aku mempertanyakan. Diantara pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab tersebut aku sempat memikirkan tentang esensi cerita religi mengenai perilaku baik semasa hidup dan meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Itu pun belum juga menghasilkan jawaban apa-apa. Ibarat teori dangkal yang bertolak belakang dengan realita. Bertentangan. Memang kematian adalah rahasia Tuhan. Namun terkadang egoisme mengatakan bahwa kita butuh jawaban atas sebuah pertanyaan. Tak peduli dari mana sumber asalnya jawaban tersebut. Tak peduli baik atau buruk, benar atau salah, yang terpenting adalah jawaban yang membuat jiwa menjadi tenang (saat itu).


Cukup lama berselang, Tuhan (mungkin mau) menyampaikan jawaban-Nya mengenai pertanyaanku. Aku teringat tentang isi buku yang berjudul Dari Adam Hingga Isa. Diantara isinya ada yang menyebutkan tentang kisah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang melihat dua orang yang mati dengan cara berbeda, kemudian mempertanyakannya.


Orang pertama adalah raja yang zalim. Masa hidupnya dihabiskan untuk memerintah negerinya dengan menindas sebagian besar rakyatnya. Ketika raja tersebut mati, sebuah upacara duka dilaksanakan dengan megahnya. Dibuatkannya makam yang besar dengan karya ukiran yang penuh arti. Ditemankannya raja tersebut dengan bunga-bunga dan nyanyian-nyanyian untuk mengingatnya.


Orang kedua adalah ahli ibadah yang mengisi hidupnya dengan berbuat baik kepada sesama, jarang sekali meninggalkan ibadah kepada Tuhan, dan menghindari dosa-dosa besar. Sang sahabat Nabi SAW lantas melihatnya mati mengenaskan dengan tubuh yang dipatuki burung. Seakan-akan tidak ada penghormatan yang lebih baik bagi seorang yang bermartabat sedemikian mulia.


Nabi SAW pun mencoba menjelaskan bahwa Tuhan mengizinkan sang raja mati dalam keadaan dimuliakan oleh seisi dunia karena itulah cara-Nya untuk memberikan kemuliaan terakhir kepada raja tersebut di alam yang fana ini. Selepas dia mati, sang raja akan menghadapi siksa-Nya yang amat pedih, tanpa setitikpun kemuliaan yang akan Dia beri setelahnya.


Sebaliknya, Tuhan membiarkan jenazah sang ahli ibadah ditelantarkan dan dipatuki burung karena Dia ingin hamba tersebut menghadap-Nya dalam keadaan yang benar-benar suci. Bersih dari dosa dan hina. Segala sisa dosa orang tersebut dibayarkannya di dunia. Sehingga saat sang ahli ibadah tersebut wafat, tiada lagi tersisa sedikitpun kehinaan dan dia akan langsung diangkat oleh-Nya ke surga.



*** *** ***



Di keheningan malam aku memanjatkan doa untuk dapat bertemu lagi dengan sahabatku suatu hari nanti. Mungkin nanti, saat aku mati. Aku tidak minta kepada Tuhan akan sesuatu yang berlebihan. Aku hanya inginngobrol lagi dengannya seperti sedia kala. Itu saja. Kemudian hari berganti hingga duka mulai terlupakan. Apapun yang terjadi, kita yang kehilangan harus melanjutkan hidup dan memperjuangkan nasib masing-masing.


Seingatku ada satu malam yang lebih dingin dari biasanya. Aku melihat sahabatku sedang duduk dihadapankku. Di tempat yang kukenal, di ruang tengah kos di Bandung. Ia terdiam dan tersenyum. Lengkap dengan setelan rumahnya. Kaus oblong warna putih dan celana pendek birunya. Rasanya tiada yang aneh ketika melihatnya. Aku menanyakan kabarnya. Mengapa dia tidak pernah berubah sedari dulu, jika pergi jarang sekali memberitahu mau kemana. Sahabatku tidak bergeming. Diam saja tidak bersuara. Beberapa saat kemudian dia baru mau bicara setelah aku menanyakan satu hal, "Enak dong lo ya sekarang ngga wajib solat lagi...". Lalu dia berujar, "Kata siapa? Masih solat kok". Tak lama kemudian sahabatku hilang pelan-pelan bersamaan dengan bunyi alarm pukul enam.


Kubuka mata dan aku tersenyum kepada Tuhan. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya dan Dia memberikan nikmat-Nya pagi itu. Inilah cara Tuhan menjawab doa hamba-Nya yang meminta. Memang aku tidak dapat mengantarkannya ke peraduan terakhirnya, tetapi aku masih dapat menemuinya dengan cara yang berbeda. Apalagi memimpikan bahwa dia masih dapat merasakan nikmat shalat di kehidupan lain membuatku semakin berharap agar dia dimasukkan ke dalam golongan orang yang terpilih. Itu sudah jauh melebihi cukup untuk mensyukuri apa yang telah Tuhan beri.


Bukankah syahid adalah mereka yang mati dijalan-Mu ya Tuhan? Yang mati setelah bertanggungjawab atas keluarganya. Yang mati sebelum mencari nafkah atas nama-Mu juga. Yang mendapatkan kemuliaan dan pengecualian untuk melakukan apa saja sesuai kehendak-Mu. Yang pada akhir perjuangan mereka Engkau janjikan surga.


Lebih baik aku berpikir di sisi ini. Bahwa Tuhan terkadang mendatangkan kebahagiaan kepada satu orang yang melahirkan kesedihan bagi lebih banyak orang. Namun ini bukan lagi tentang dunia kita. Ini adalah dunia yang lebih baik dan nyata. Sepenuhnya cerita lain. Hidup baru yang akal dunia pun tidak akan sanggup menggambarkannya. Sahabatku pernah berkata dulu bahwa kita tidak perlu menilai pekerjaan Tuhan karena segala yang Dia lakukan itu sempurna. Inilah aku kawan! Mengingat dan membuktikan kata-katamu dulu. Jika Tuhan menginginkanmu, seharusnya kita tidak perlu ragu. Apalagi bersedih.


Jauh dilubuk hati, aku berharap sahabatku saat ini berbagi tempat dengan sang ahli ibadah yang mulia. Semoga Tuhan tidak membiaskan pesan-Nya melalui arti kisah yang kubaca dan mimpi untuk bicara lagi dengannya. Memang, mimpi itu bukan kenyataan. Tapi aku tahu betul bahwa itu benar-benar dia.


Senyumlah selalu sahabat. Sahabat selamanya.


Dari Tilburg, Belanda 28 November 2011

#RememberingDipoAdriansyah

Tidak ada komentar: