Minggu, 11 Desember 2011

Untuk Kawan-Kawan di Kegelapan Malam

Ingatlah kita disini selalu akur
Menengadah di alas tempat kita tersungkur
Tanah ketenangan
Menanti diri bersiap untuk mati
Seperti ruh ruh yang menghempas peraduan

Mari kutandu kawan!
Enyah dari bising roda di persimpangan
Cacian perawan tua di kebingaran pasar
Kita menyungkur bersama sekarang
Goyah meradang. Kegamangan melecut sedari kemarin
Bintang pada melari
Melampaui kota yang menidurkan hari
Dari bukit yang ditonggaki sesuara kita
Kita dengar angin memuja diri, setelah lolongan anjing mengembara
Tawa dihela, meski kita tak kuasa menelanjangi dosa dosa

Seorang berdesing sedang mencakari wajah
Di atas tanah
Tentu ia lumpuh sudah

Ingatlah disini kita tak ‘kan saling menghambur
Walau iblis menggempur
Aah, entaskan kesesatan itu!!
Diantara pohon pisang yang remuk, kembali pelepahnya berlambaian
Buahnya berjatuhan
jadi seharum udara yang menginap semalaman disana

Ingatlah disini pengkhianatan akan dibui
Kita bersenda ria
Setuang kopi, cukup sudah!
Disinipun tampak jejak jejak rumah Tuhan
Hati rindu untuk berpulang. Mengerang. Kita mau tunggu sampai Izrail datang

Dan lenyaplah padaNya pertanyaan kita!
Baru tiba,
Kita melayari pagi lagi…

Jakarta, 10 Januari 2006

... ... ...

Cassiopeia..
Dengar kidungannya

Berbaring di sisinya
Di deru beku kini
dan lampu masih berpendar jua

Sedarinya terlelap di penghujung senja,
menunggu waktu disibakkan kembali
Pada masa lalu. Termenung kita di dermaga tua

Maya. Mereka memanggilnya
dari bukit ke pantai,
kembali ke rumah kita

Cassiopeia..
Dengar nyanyiannya

Jakarta, 31 Oct 2007

Cerita Dari Toko di Persimpangan Jalan

Kerlip lilin dan jerami
menyatu kembali lalu dan kini

Lentera tak berjelaga
Ia pun terdiam dalam lamunannya
Pada malam tak berperisai
purnama semegah nyawa semesta

Ia perempuan
mahadaya putri tanpa takhta
Dari cahaya yang meliputinya
Entah nasib, daya atau tenaga
'kan kembali ke peraduannya

Hala merintang, duka terbilang
Semua terbuang
dan andai tampak mengudara

Pun aku juga sangsi
Untuk mengerti

Hidup ditiupkan. Diselimutkan
separuh jiwa
Atasnya perjalanan 'kan selalu dilanjutkan

Bandung, 28 Oktober 2007

BatamBiru

Seperti pepohonan yang diterpa angin semalaman
dan koyaknya daun-daun yang tiada lagi bertuan
Menggeruskan tubuh yang kelu beku
Hanya beberapa waktu saja, berhenti riam-riam nadi

Dulu bingar pernah mampir kemari
Membawa teman atas nama cinta dan asa
Melepuhkan noda-noda masa lalu, derita lalu
seperti hujan yang menghapuskan jejak-jejak langkah, malam itu

Setelah dilontarkan janji-janji,
yang membuat malam menerbitkan hari
Hidup menjadi sebenar-benarnya arti
Dimana cahaya tak lagi berani untuk melari

***

Nada-nada ditinggalkan
Kursi-kursi kosong sudah
Dia. Menghilang dipelataran kata-kata, janji-janji
Kepercayaan. Tiada lagi


Batam, 19 April 2010

Hingga Aku Tak Mau Pergi Lagi

Ini adalah mimpi sejuta malam
Gelombang berdeburan
Angan-angan berhamburan

Atas kuasa siapa kapal-kapal berlaut
dan langit ditautkan pada segaris
batas kemuning di lepas sana

Aku adalah pelancong muda
bernyawa elang diudara

Hidup lebih dari sekedar kesempatan untuk berlalu saja
Kaki-kaki kulemparkan ke jauh muka
Jauh ke tanjung lain, pantai lain
Hingga habis sudah asa
Sampai tenang habis dirampas udara
Dan peluh berlarian dengan cahaya

Aku mau jalan terus
Sepenggal nyawa pertaruhannya,
berpacu dengan waktu, bertempur dengan samudera

Dulu, air mata berderai oleh kelembutan seorang hawa
Dan cinta terlahir oleh rengkuhannya

Sedarinya terlelap di penghujung senja,
menunggu waktu disibakkan kembali
Pada masa lalu. Termenung kita di dermaga tua.

Melukiskan dermaga yang rapuh dan dicumbui riaknya
Dan ia masih bertemankan penuhnya purnama
Yang meluapkan segara,
hingga mampir dingin yang memendarkan suara kita
Berlalu beku, sekejap saja

Aku tak peduli
Aku mau jalan terus
Mengejar matahari
Di semenanjung lain
Pantai lain

Hingga aku tau mau pergi lagi
Suatu waktu nanti


Pulau Burung, Kepulauan Riau, 17 Desember 2008

Turning Point

Keras
Hidup yang tiada bergumam
Di dada kusematkan garisgaris wajah kalian

Berdarah keras
Bernyawa keras
Dari setiap titik yang terlintas

Takdir datang bukan untuk memisah
Entah apapun itu
…bencana, prahara,
atau kematian yang harus datang
lebih cepat dari yang telah dituliskan

Satu-satu gugur berjatuhan
Biarlah kita senantiasa diperangi dunia

Sengsara bukan medan untuk menyerah!

Bandung, 12 Juli 2006

Pilgrim

Pada akhirnya kita akan berpulang juga
Ke tujuan yang sama
Kota lalu, tempat nyawaku ditiupkan

Mengikuti arus manusia
Yang kembali berpulang ke peradabannya

Perantauan yang entah terjadi
Atas nama agama atau sekedar dogma

Atas kuasa-Nya beriburibu dari kita
Berjalan dan berlari
Penantian rentetan hari

Kembali pada kuasa-Nya
Ke Jakarta kita,
Air matapun tertumpah sudah
Dia ada
Untukku kembali ke pelukan-Nya

Penantian di penghujung kini
Melalui padang hari, cekam malam
Bicarapun tertutur dan rasanya seperti tertikam
Dan waktu memegang kuasanya

Seseorang ada
Untukku mendengar ceritanya

Punah sudah segala duri
Dan rindu yang perlahan membunuhku

Demi satu petang,
Habis sudah peluh tenaga
Terbang melayang

‘Tuk senantiasa kembali ke pelukan-Nya

Bandara, Semarang 15 Oktober 2007 (Idul Fitri)