Selasa, 12 Juli 2011

Sepenggal Cita-Cita

"Uncertainty is the only certainty there is, and knowing how to live with insecurity is the only security" -John Allen Paulos-


Gw punya mimpi dari kecil untuk bisa ngelanjutin kuliah di luar negeri. Pikiran-pikiran di otak inilah yang akhirnya berujung pada surat pengunduran diri. Untuk mengejar mimpi lain, kita harus rela untuk melepas beberapa kepemilikan yang kita punya. Mau S2 di luar negeri ya lepas dulu itu atribut jadi pekerja di dalam negeri. Termasuk juga meretelin segala kenikmatan gaji plus bonus-bonus kuartalan yang bisa berlipat jumlahnya. Gw pengen menghirup segarnya udara Eropa. Alhasil, gw memilih Belanda sebagai destinasi studi lanjutannya.

Ah! Gw ngerasa 6 bulan terakhir ini adalah saat-saat yang paling penuh oleh ketidakpastian. Di awal bulan Februari kemarin, gw dengan kesadaran penuh menulis resignation letter dari salah satu perusahaan telekomunikasi paling kece di tanah air. Surat pengunduran diri itu adalah senjata terakhir setelah berjuang mendapatkan izin cuti diluar tanggungan namun pupus karena tidak setujui oleh salah satu petinggi perusahaan di kantor pusat. Kurang diperjuangkan atasan? Yes. Bukan rezeki? Yes. Tapi tetep dibawa santailah. Singkat kata, akhirnya gw cabcus balik ke Jakarta setelah ngerantau 2.5 tahun di Sumatera. Lebih dari 1.5 tahun gw habiskan di Batam.

Inilah gw kembali ke Jakarta. Ketemu kangen lagi dengan segala macet, polusi, emosi, dan kebisingannya. Ada beberapa sertifikasi yang cuma bisa dicari di Jakarta seperti IELTS, GMAT, TOEFL, dll. Satu-persatu gw ambil dan dicoba juga tesnya. Alhamdulillah, bisa diselesaikan semuanya dalam kurun waktu 2 bulan. Jadi per akhir Maret udah punya segala bekal untuk S2, tinggal menyisihkan waktu untuk konsentrasi menyusun motivation letter / personal statement / essai yang diminta oleh universitas.

Time flies so fast. Sudah tiba di penghujung bulan Maret. Gw mulai mengalihkan konsentrasi untuk merapihkan segala dokumen yang diperlukan untuk apply ke beberapa universitas di Belanda. Sementara itu, Kementrian Komunikasi dan Informatika RI menyelenggarakan seleksi penerimaan beasiswa S2 ke luar negeri. Belanda adalah salah satu tujuan studinya. Tokcer dong!  Gw coba jalani proses demi proses seleksi beasiswa Kominfo tersebut. Menyenangkan rasanya untuk bertemu teman-teman baru. Terselip beberapa wajah lama diantaranya. Proses dimulai dari screening persyaratan administrasi dari mulai fotokopi KTP, hasil IELTS, surat keterangan sehat dari klinik, surat berkelakuan baik dari Kepolisian, berkas penerimaan gaji orang tua sampai dengan formulir khusus seleksi beasiswa yang harus diisi. Terkesan remeh tetapi cukup menyita energi. Lalu tiba saatnya proses wawancara dan psikotes bagi para kandidat penerima beasiswa tersebut.

Seminggu, sebulan, dua bulan, tiga bulan berlalu tanpa kabar apapun dari institusi tersebut. Penantian itu membuat capek batin boy! Mungkin gw kurang memenuhi syarat dan gagal diterima. Lantas gw putuskan untuk melanjutkan hidup dengan berburu beasiswa dan universitas lain. 

Ringkasnya, gw gagal masuk Tilburg University karena skor GMAT yang belum memenuhi. Tetapi gw berhasil diterima di Maastricht School of Management. Keduanya adalah universitas yang cukup bagus di Belanda. Tapi memang tidak bisa dipungkiri kalau gagal masuk Tilburg itu cukup membuat mental jatuh karena itu universitas yang disyaratkan oleh Kominfo. Akhirnya fokus dialihkan ke Maastricht. Seluruh kelengkapan dokumen sudah dipenuhi. Satu-satunya hal yang belum adalah uang. Ya, duit! Kagak ade duit, kagak bisa ngapa-ngapain sob

Gw belom putus asa. Gw sempat mencari info ke agen-agen pendidikan yang ada di STC Senayan. Mereka bilang bahwa jurusan yang gw cari - strategic management atau corporate strategy - ada di Nottingham University, Inggris. Kebetulan gw melihat peluang beasiswa disana. Kemudian beberapa hari kemudian gw apply dan keterima. Namun ternyata beasiswa itu hanya untuk yang berdomisili di Inggris. Lagi-lagi kepentok masalah uang.

Cukup membingungkan rasanya bagaimana memperoleh pembiayaan yang mencukupi untuk studi. Berbulan-bulan gw menekuri solusi apa yang terbaik. Sudah tidak mungkin gw merepotkan orang tua lagi. Tahun depan bokap pensiun dan masih ada adik yang harus dibiayai kuliahnya. Belum lagi kondisi keluarga gw yang terpisah Jakarta-Bali karena bokap ditugaskan disana. Apa jadinya kalau ada pengeluaran ekstra untuk anak sulungnya yang mau melanjutkan studi ke luar negeri?

Waktu berlalu dan sudah memasuki bulan Juli. Hidup terasa berjalan sangat lambat. Pekerjaan sudah dilepaskan. Sekolah lanjutan sudah menunggu di negeri yang dingin nun jauh disana. Tetapi 'bekal' keberangkatannya belum ada. Gw menyiasatinya dengan cara melamar universitas lain dan mencari informasi mengenai beasiswa di tempat lain. Rasanya seperti mengulang pekerjaan berkali-kali. Persiapan - proses aplikasi - menunggu, begitu seterusnya. Benar-benar membosankan. Ada beberapa saat dimana gw seakan-akan harus banting stir untuk mencoba melihat kemungkinan studi di negara lain seperti Spanyol, Swiss, Selandia Baru, Australia. Sayangnya tidak ada yang begitu menggugah.

Rasanya sulit untuk mewujudkan mimpi studi ke Belanda dengan beasiswa di tahun 2011 ini. Memang pada dasarnya gw yang mengejar dan menjalani proses tersebut langkah demi langkah. Ada yang rasanya sungguh memuaskan, ada yang biasa-biasa saja, dan ada juga yang gagal. Gagal itu tidak enak. Apalagi gagal dengan kondisi gw mengetahui apa yang perlu diperbaiki, namun sudah terhantam keras secara mental. Dibalik seluruh perasaan yang campur aduk tersebut, gw merasa bahwa hal-hal baik yang gw dapat lebih banyak dari hal-hal buruknya. Singkat kata, I guess God still loves me. Terlepas dari kemungkinan gw yang kurang usaha dan berdoa. 

Beberapa sahabat masih bisa dijadikan 'tempat sampah' untuk bicara mengenai rencana studi gw. Beberapa sahabat udah pergi ke negeri yang dingin lebih dulu, sekolah disana. Beberapa sahabat sudah mulai jauh secara batin karena terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Intinya, problem-problem ini lebih banyak gw hadapi sendiri.

Hari sudah mulai memasuki minggu kedua Juli. Salah satu teman gw mengirim pesan di BlackBerry messenger (BBm). Ternyata ada nama gw di pengumuman calon penerima beasiswa Kominfo. No. 37 Nalendra Widigdya. Gw sempat gemetar ketika membaca pengumuman tersebut. Tangan langsung dingin dan gw mencoba memperhatikan setiap kalimat pengumumannya. Ada rasa haru yang tiba-tiba datang. Seperti diselimuti udara yang berbeda dari udara yang biasanya. Yes, it's my name! It's me! Ini salah satu jawaban Allah atas segala yang gw minta selama ini. Sejujurnya beberapa hari belakangan, gw sering berkomunikasi via BBm dengan seorang teman baik yang sedang melaksanakan ibadah umroh di tanah suci Mekkah. Gw selalu bilang jangan lupa untuk mendoakan segala yang terbaik untuk rencana studi ke depan. Untuk yang kesekian kalinya dalam hidup, gw sangat percaya bahwa Mekkah dan Madinah adalah tempat-tempat yang paling mustajab untuk berdoa. Segala doa akan diijabah oleh Allah SWT jika tujuannya memang untuk kebaikan. Rezeki menjadi salah satu calon penerima beasiswa, gw percaya, juga dipengaruhi oleh teman baik gw yang sedang ibadah disana. Adalah benar adanya kalau Allah menurunkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Valid, 100%!

Ngomong-ngomong, ujian hidup ngga akan pernah berhenti datang. Sekolah, sudah dapat. Beasiswa, sudah dapat. Bagaimanapun juga masih ada satu persoalan lagi yang harus diselesaikan. Gw diterima di universitas yang tidak punya hubungan kerjasama dengan Kominfo. Sebuah universitas di daerah perbatasan Belanda-Belgia-Jerman dengan keindahan arsitektur ala kota-kota Eropa tempo dulu dilengkapi dengan suasana perbukitan beserta sungai-sungai yang mengalir di tengah kotanya. Sekolah itu bernama Maastricht School of Management.

Beberapa pekerjaan lanjutan yang wajib untuk diselesaikan adalah mengurus ke Tilburg. Apakah berkas aplikasi gw masih bisa dipertimbangkan ulang berhubung gw sudah dapat beasiswa studi ke Tilburg University dari kementerian. Selanjutnya, mengkomunikasikan kepada pihak kementerian apakah calon penerima beasiswa memungkinkan untuk dibiayai di universitas lain diluar persyaratan beasiswa.

Jawaban dari Tilburg University dan Kominfo akan menjawab penantian hidup gw selama 7 bulan pertama di tahun 2011. Apakah gw akan bisa berangkat sekolah ke Belanda? Who knows? "Yang paling pasti hanyalah ketidakpastian", kata John Allen Paulos. Selama ada niat baik, usaha dan doa, sepertinya segala akan terasa lebih baik.

Jangan berhenti mencoba kawan! -Dari untuk dan oleh saya-

1 komentar:

MA mengatakan...

Ceritanya bagus,

Terus sekarang gimana Mas? udah berangkat?

Kebetulan gw lagi mengalami hal yang sama nih, lg nyiapin berkas..