Minggu, 31 Juli 2011

Sepenggal Cita-Cita II

Hai!
Gw lanjutin curhatan yang kemarin ya. Sudah beberapa minggu berlalu sejak pengumuman beasiswa S2 dari Kominfo dan gw ngirim berkas ke Tilburg University yang menyatakan bahwa gw dapet beasiswa dari pemerintah Indonesia. Gw berharap semoga masih bisa dipertimbangkan kembali mengenai kesempatan gw untuk melanjutkan studi di Tilburg University, karena sumber pembiayaannya sudah jelas dari pemerintah. Sementara menunggu kabar, gw pun menyiapkan hal-hal yang perlu dibawa untuk undangan briefing pra-keberangkatan di gedung kementerian di bilangan Medan Merdeka Barat.

Pada akhirnya tibalah hari Senin yang sudah berbulan-bulan gw tunggu. Hari dikumpulkannya seluruh calon penerima beasiswa Kominfo yang seluruhnya berjumlah 61 kandidat. Tak lama kemudian BlackBerry gw menerima email masuk. Sebuah tulisan jelas yang berbunyi:

"Dear Nalendra,
I am sorry it took so long, but both me and my colleague Alejandra have been in Canada for a week.

We looked over the application one more time and since you have a high GPA and a good IELTS score, we will exempt you from the minimum GMAT score.

This means that you have been unconditionally admitted to the MSc program in Strategic Management. Congratulations."

Pagi itu gw rasanya seperti seorang pemilik rumah yang mendengar pintu rumahnya diketuk seseorang dan digerojokin ribuan batangan emas. Serius! Gw rasa saat itu adalah salah satu momen terindah sepanjang tahun 2011 ini. Gimana engga? Acceptance letter dari Tilburg University itu adalah kunci gw mendapatkan beasiswa Kominfo. Tangan gw ngga berhenti bergetar dan saat itu gw sampai bingung mau jawab apa. Gw akhirnya berhasil mengawinkan beasiswa Kominfo dengan surat penerimaan calon mahasiswa dari Tilburg University. Gw akan berangkat ke Belanda tahun ini dengan beasiswa!


**** *****


Senin, 18 Juli 2011, 09.00 WIB, gw tiba di ruangan rapat di gedung Kominfo. Saat itu belum ada yang hadir karena briefing baru akan dilaksanakan jam 10.00WIB.

Kemudian satu persatu calon penerima beasiswa mulai berdatangan hingga lengkap. Tepat jam 10.00 WIB, beberapa pejabat eselon 1 Kominfo pun duduk dengan manisnya di ujung meja rapat yang berbentuk U. Acara pagi itu dimulai dengan sambutan Bapak Azirman Djusan selaku Kabalitbang Kominfo. Ketika tiba di pengarahan mengenai pelaksanaan masa studi, beliau mengeluarkan pernyataan yang begitu menohok sebagian orang di ruangan tersebut.

"Kami telah bekerja sama dengan beberapa universitas di negara Belanda, Jepang, Korea, Australia, dan Jerman. Khusus bagi negara Belanda, kami bekerja sama dengan Twente dan Delft University. Bagi kalian yang diterima diluar kedua universitas tersebut akan coba kami arahkan ke universitas di Jepang dan Korea. Yang telah diterima di Eindhoven, Tilburg, dan HAN University mohon bisa dilupakan saja. Ini telah menjadi kebijakan final," ujar beliau ringkas.

JEGLEEEEEERRRRRRR! Halilintar dengan muatan listrik terbesar meledak di dalam otak gw! Memecut-mecut ke segala penjuru kepala sehingga gw kurang begitu bisa mengingat hal-hal lain yang beliau sampaikan. Di lain kata, rasanya seperti gw dibuat senang hingga melayang, setelah itu dibanting jatuh begitu keras. Beberapa calon penerima beasiswa yang lain pun mulai menanyakan hal-hal tersebut dan tetap direspon dengan jawaban yang sama.

"Keputusannya sudah final dan bagi kalian yang mau mendapatkan informasi lebih jauh, silakan hubungi liaison officer", elak beliau.

Terlihat banyak sekali raut muka di ruangan itu menjadi merah padam dan kebingungan. Ada beberapa teman baik gw -mereka yang diterima di Eindhoven, Tilburg dan HAN- yang malah sudah mengurus deposit, housing, dsb namun harus menghadapi pernyataan yang tidak bertanggung jawab dari kementerian ini.

Coba dibayangkan, tes akhir beasiswa Kominfo dilaksanakan pada bulan April. Tanpa ada informasi secuilpun, kami dibiarkan menunggu begitu lama mengenai kabar beasiswanya hingga pada minggu kedua bulan Juli pun masih nihil. Begitu banyak teman gw yang merasa 'ditelantarkan' karena harus segera membayar uang sekolah ke universitasnya dan urusan-urusan lainnya yang idealnya harus selambat-lambatnya diselesaikan per 1 Juli 2011. Lalu mereka, tanpa informasi apapun sebelumnya, memberi kabar mengenai bahwa hanya bekerjasama dengan 2 universitas di Belanda dan tidak dapat menerima calon mahasiswa di 3 universitas lainnya.

Gw tidak mengerti sepenuhnya mengapa harus ada ketidakjelasan informasi seperti ini. Ada begitu banyak pertanyaan di benak gw. Mengapa tidak diberitakan jauh-jauh hari sebelumnya? Sehingga para calon penerima dapat mencari sumber pendanaan lain di waktu yang sangat mepet. Kalau memang program kerjasamanya belum disepakati, mengapa harus ditulis tiga nama universitas dalam daftar sekolah pilihan di formulir beasiswa Kominfo? Kenapa malah calon penerima tersebut harus dialihkan (bukan hanya diarahkan) ke Jepang dan Korea? Kenapa, kenapa, dan kenapa???

Apakah mereka tidak tahu bahwa memilih universitas itu tidak seperti memilih maskapai penerbangan Jakarta-Bali? Situasi yang jika Garuda Indonesia tidak ada, maka dapat memilih Lion Air, Batavia Air, dsb. Tidak! Gw (atau kami) perlu riset yang relatif panjang dalam memilih sekolah lanjutan. Pertimbangannya adalah di negara apa yang melanjutkan studi, di universitas apa, mengambil jurusan apa, berapa lama, sumber pembiayaannya darimana, dan pertimbangan penting lainnya. Mempertimbangkan hal tersebut butuh waktu dan pengetahuan. Tidak semudah mengalihkan 'Belanda ke Jepang-Korea".

Keesokan harinya (hari Selasa) gw mendatangi gedung Kominfo di ruangan tim pengembangan sumber daya manusia - bagian yang mengurusi beasiswa luar negeri. Gw bertemu dengan salah satu personilnya jam 10.0o pagi.

"Pagi mba! Ko cuma sendirian? Yang lain pada dinas keluar ya?", kata gw.
"Pagi! Oh, engga. Pada belum datang. Ada yang bisa saya bantu?", katanya.

Gw kaget. Bagaimana bisa gedung kementerian bagian sumber daya manusia pada pukul 10 pagi hanya satu orang yang datang? Lantas gw lanjutkan pembicaraannya.

"Begini mba, saya ingin menanyakan apakah memang sudah final keputusannya bahwa mereka yang diterima diluar universitas Twente dan Delft akan dialihkan ke Jepang-Korea?", tanya gw.

"Benar mas. Itu kebijakannya sudah final.", ujarnya enteng.

"Begini mba, saya memperjuangkan universitas dan beasiswa Kominfo ini ngga semudah membalik telapak tangan. Saya melepas pekerjaan saya (karena bertempat di Sumatera) dan sudah banyak berkorban materi untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Termasuk untuk tes GMAT, IELTS, kirim dokumen, dsb. Apakah tidak bisa dipertimbangkan ulang mengenai ketentuannya?", gw bertanya detil.

"Oh ini memang sudah diputuskan demikian. Maklumlah institusi ini. Ini memang keputusan yang mendadak. Pasrahin aja ya mas. ", sambut si mbak itu.

Gw termenung mendengarkan segala bentuk respon si mbak tersebut. Lugas, singkat, padat, tidak solutif, dan terkesan begitu apatis. Sungguh luar biasa kantor kementerian ini memberikan citra yang begitu buruk untuk seorang rakyat seperti gw.

"Mba, kalau memang tidak bisa bantu mengenai kebijakan. Paling tidak tolong sampaikan segala masukan saya ke tim. Paling tidak suara saya bisa didengar. Saya kan termasuk rakyat. Kemana lagi saya harus mempercayakan hal ini kecuali sama institusi kementerian ini" gw bilang.

"Coba di-email saja mas...", jawabnya.

Gw tau betul ini adalah senjata terakhir jika sudah bingung menjawab pertanyaan. Semua diarahkan ke email. Semua calon penerima tahu bahwa hampir mustahil pihak Kominfo menjawab pertanyaan via email.

Ada begitu banyak detil yang sebenarnya dapat diceritakan dan hampir semuanya mengecewakan. Rasanya seperti berbicara sia-sia. Sekaligus disia-siakan kantor kementerian yang semestinya melayani publik dengan baik. Namun apa yang gw dapat? Ketidakjelasan dari segi apapun. Dimulai dari keputusan, cara berkomunikasi, informasi, hingga integritas. Saya tidak melihat pencitraan tersebut terlihat dari satu orangpun disana.

Gw mencoba memikirkan lagi. Apakah memang harus mengambil Korea University untuk melanjutkan studi. Gw sempat 'mengintip' program studinya melalui dan tidak ada satupun yang mengarah ke strategic management. Sama saja dengan mengubur mimpi dan melanjutkan hidup ke sesuatu yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya. Tidak tahu medan perang. Tidak memiliki arah. Kalaupun diambil, seakan-akan gw menjadi oportunis. Esensinya, gw butuh ilmunya bukan hanya kesempatan gratisnya.

Berhari-hari gw menekuri kejadian ini dan mulai bimbang dengan kondisinya. Mimpi gw adalah melanjutkan studi ke universitas yang gw inginkan di Belanda dengan beasiswa. That's it! Tidak ada Korea, Jepang, bahkan Amerika sekalipun.

Perlahan-lahan tetap gw jalani hari-hari seperti sediakala. Mencoba mencari kesempatan beasiswa lain dengan waktu yang semakin menipis ini. Saat itu sudah memasuki minggu terakhir bulan Juli. Sebentar lagi Agustus dan masa perkuliahan akan dimulai per 1 September. Visa, residence permit, tidak mungkin dapat diurus dengan kondisi yang begitu absurd seperti sekarang. Gw hanya berdoa dan meminta pengertian dari orang tua. Bahwa memang ada jalan lain yang lebih baik yang harus gw tempuh dan itu bukan melalui beasiswa Kominfo.



**** *****


Selasa, 26 Juli 2011, 11.30 WIB. Gw mendatangi gedung Kementerian Pendidikan Nasional untuk mencari informasi mengenai Beasiswa Unggulan. Berkas-berkas untuk melamar beasiswa tersebut sudah lengkap gw bawa. Gw menunggu di salah satu ruangan lantai 6 di gedung C Kemdiknas. Gw tidak kenal siapapun, tidak tahu mengenai apapun mengenai proses beasiswa kementerian ini.

"Bagaimana mas, ada yang bisa saya bantu?", sapa seorang karyawan yang mengurusi beasiswa. Orangnya begitu ramah

"Terima kasih mas, saya mencari beasiswa untuk melanjutkan studi S2 ke luar negeri. Ini berkas-berkas saya. Kira-kira berapa lama ya saya harus menunggu hingga menerima informasi mengenai status aplikasi saya?", gw bertanya rinci.

"Oh ini berkasnya sudah sangat lengkap mas. Mungkin bisa langsung bertemu Pak AB Susanto, buat berdiskusi sama beliau", ujarnya memberikan informasi.

"..........................Baik terima kasih mas", lalu gw terdiam. I definitely had no idea about what was going to happen.


**** ****

Pukul 13.30 WIB, masih di gedung Kementerian Pendidikan Nasional. Setelah berdiskusi selama beberapa belas menit dengan pihak pengelolan beasiswa kementerian.


"Jadi saya dipastikan sudah masuk ke program Beasiswa Unggulan ini pak? Ke Tilburg University", tanya gw.

"Iya, selamat ya! Sekarang kamu boleh mengurus segala keperluan administrasi keberangkatan seperti visa, dll", Pak AB Susanto sembari menggenggam erat tangan gw.

"....................................................................", gw tanpa kata-kata


Sudah sekitar 5 hari berlalu sejak gw dinyatakan secara gentleman agreement berhak menerima Beasiswa Unggulan Kementerian Pendidikan Nasional. Rasanya seperti memiliki udara untuk bernafas kembali setelah dicekik oleh ketidakjelasan Kominfo. Gw baru pertama kali bertemu dengan Pak AB Susanto dan dia seakan-akan menjadi malaikat yang diturunkan Tuhan untuk membantu gw. Membantu gw mewujudkan mimpi studi ke luar negeri.

Gw pun sama sekali tidak tahu kapan dana beasiswa akan segera turun. Namun setidaknya gw mendapatkan sumber nafas baru untuk menghadapai hidup yang penuh dengan ketidakpastian. Rezeki? Itu pasti. Gw percaya betul bahwa ini adalah jalan lain yang telah disiapkan Tuhan untuk gw ambil. Untuk saat ini, sepertinya ini merupakan gerbang masuk menuju mimpi indah tersebut. Rasanya segala jerih payah terbayar sudah. Segala kekecewaan perlahan mulai surut dan diisi oleh sel-sel optimisme baru yang memberikan energi lagi.

Gw tidak bisa membayangkan akan jadi seperti apa mengenai rencana S2 ini. Tetapi mimpi harus tetap dikejar. Seperti apapun lelahnya, kita tidak boleh berhenti mengejar. Itu adalah hal yang membuat gw tetap hidup. Gw menjadi salah satu orang yang masih memiliki mimpi. Tujuan hidup.

Sementara itu, gw lanjutkan hidup ini dengan langkah-langkah kecil yang realistis untuk dilakukan. Kecil. Setidaknya, gw semakin mendekati cita-cita.

God works in His mysterious way. God knows what you need, not what you want. Don't stop, because whenever you feel tired, you have God to reenergize you up. To the better future, we go!

Rabu, 13 Juli 2011

Tentang Ekonomi Hijau

Kemarin malam saya menghadiri acara peluncuran buku Ekonomi Hijau. Ini adalah buku yang mengulas tentang paradigma baru di dunia ekonomi yang mengedepankan kelangsungan lingkungan hidup (ekologi). Tidak seperti paham ekonomi saat ini yaitu kapitalisme yang menyebabkan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sehingga mengakibatkan kerusakan dan penurunan kualitas hidup ekosistem bumi. 

Dua dari tiga penulis buku tersebut adalah dekan dan tutor saya sewaktu kuliah di ITB. Mereka adalah Prof. Dr. Ir Surna Tjahja Djajadiningrat (Pak Naya) dan Melia Famiola Ph.D. Bagi saya, mereka itu orang-orang hebat. Apalagi Pak Naya yang sudah berumur lebih dari tiga perempat abad namun sepak terjangnya masih kenceng.

Tulisan ini bukan resensi buku Ekonomi Hijau. Ini hanya pandangan sederhana yang saya rasakan tentang isu-isu dibalik pemikiran mengenai paham ekonomi berbasiskan keberlangsungan lingkungan hidup. Tidak serta-merta karena membaca buku ini. 

Menurut saya, teori ekonomi yang saat ini menguasai dunia telah mengakibatkan kerusakan besar-besaran di bumi. Semakin banyak permintaan pasar, semakin banyak pula persediaan barang/jasa yang harus disiapkan. Ketika permintaan terhadap suatu barang itu tumbuh hingga meledak tidak terkendali, maka dampaknya adalah arus produksi persediaan barang yang mayoritas diambil dari kekayaan alam dalam jumlah besar. Batas-batas eksploitasi pun diakalin sehingga suatu perusahaan dapat mengeruk kekayaan alam dalam jumlah yang hampir tidak terbatas. Seringkali berkedok over-demand atau alasan untuk memenuhi permintaan yang semakin tinggi. Hal tersebut mengakibatkan rusaknya lingkungan, ekosistem, habitat, dan juga beragam kehidupan di dalamnya. Sebagai contoh; salah satu perusahaan tambang AS di Timika yang dengan sukses memusnahkan dua gunung untuk mengambil hasil alam tembaga dan emas. Lalu juga perkebunan kelapa sawit di wilayah Lampung dan Pekanbaru yang membabat sebagian besar habitat gajah sumatera. Kemudian ada isu over fishing, sehingga populasi ikan tuna di wilayah Nusa Tenggara Timur menjadi semakin sedikit. Seluruh peristiwa ini adalah bukti campur tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.

Kurangnya kesadaran akan menjaga keseimbangan lingkungan hidup memberikan konsekuensi yang merugikan bagi alam khusus manusia. Tidak meratanya pengetahuan mengapa pelestarian alam menjadi penting pun adalah bentuk konsekuensi dari kegiatan-kegiatan yang tidak mengedepankan resources sustainability. Untuk itu, dunia mulai sadar bahwa ekonomi hijau diperlukan. Suatu paradigma yang menitikberatkan pada pengelolaan segala faktor alam yang diperlukan untuk mendukung keberlangsungan hidup seluruh penghuni bumi. Tidak terkecuali manusia, namun juga segala flora dan fauna yang ada di dalamnya. Berjalannya impian besar ini memerlukan campur tangan dari seluruh aspek masyarakat mulai pemerintah, lembaga non-pemerintah, akademisi, perusahaan, dan juga seluruh masyarakat. 

Beberapa solusi konkrit mulai diimplementasikan oleh pihak-pihak yang bergerak di area jual-beli atau bisnis. Contoh di Indonesia adalah perusahaan lokal pengalengan ikan di Pangandaran yang mulai menerapkan zero waste atau tidak menghasilkan limbah sama sekali. Usaha tersebut mengambil hasil alam berupa ikan tangkapan dalam jumlah besar yang akan dieskpor. Ikan-ikan tersebut diolah dan menghasilkan limbah berupa kepala ikan. Limbah tersebut dikelola untuk dijadikan bahan pangan bagi peternakan bebek di perusahaan yang sama. Bebek-bebek tersebut akan diambil daging dan telurnya. Sebagian akan dijual ke pasar dan sebagian menjadi hak para pekerjan di pabrik tersebut. Menurut hemat saya, ini adalah salah satu contoh yang baik bagi penerapan ekonomi pro lingkungan.

Walaupun terdengar mulia, paradigma baru ini pun memiliki segunung hambatan untuk direalisasikan. Salah satu hambatan yang logis adalah keengganan bagi pelaku produksi untuk membatasi atau mengurangi input produksinya. Dalam misi pelestarian lingkungan, tentu harus ada ambang batas produksi tertentu yang harus direalisasikan. Namun dampaknya adalah turunnya potensi untuk memproduksi barang sebanyak mungkin. Timbullah kuota-kuota produksi tertentu yang dianggap tidak sejalan dengan paham kapitalisme baru yaitu maximize profit. Kurang lebih demikian analoginya. Bagaimanapun juga, proses yang instan tidak akan menghasilkan output yang baik. Itu hampir pasti. Maka dari itu proses pelestarian lingkungan harus dilaksanakan secara perlahan-lahan dengan memperhitungkan seluruh proses bisnis yang ada dan meminimalisir dampak buruk sesedikit mungkin. 

Di sisi lain, hal ini seperti simalakama. Jika produksi suatu usaha stagnan atau malah berkurang maka akan terjadi potensi permintaan pasar yang tidak terpenuhi. Lambat laun akan kehilangan pangsa pasar dan kehilangan faktor yang kompetitif. Hilangnya pangsa pasar akan cenderung menggerus perolehan pendapatan, sehingga kesempatan untuk membesarkan nilai perusahaan akan tidak optimal. Efek domino lainnya adalah kemungkinan tenaga kerja kehilangan pekerjaan dan para subjek bisnis kehilangan harapan karena semakin menurunnya skala perusahaan. Itu adalah hal jangka pendek yang dikhawatirkan oleh mayoritas pelaku usaha.

Inilah kendala yang harus dijawab oleh teori baru ekonomi hijau. Apakah paradigma baru ini dapat menjawab kecemasan pelaku usaha tersebut? Menurut saya, ya, apabila sudah ada kesadaran bersama bahwa keberlangsungan hidup itu memang tidak ditujukan untuk saat ini atau tahun depan semata. Subjek dari ekonomi hijau adalah generasi yang akan datang untuk tetap dapat menikmati dunia yang minimal sama dengan dunia yang kita tempati sekarang tanpa ada penurunan value yang signifikan. Bagi saya, ekonomi hijau bukan hanya teori di atas kertas, melainkan komitmen dari para orang tua generasi selanjutnya untuk menyediakan nilai-nilai hidup yang setara dengan kita. Sulitkah? Tentu. Hal ini membutuhkan jiwa dan komitmen yang luar biasa besar untuk mewujudkannya. 

Akhir kata, itulah yang saya rasakan selama melihat prosesi seremonial peluncuran buku ini. Mungkin saya adalah seorang pesimistis karena menyaksikan betapa rusaknya dunia ini karena ulah manusia. Sungguh sulit untuk memperbaiki ekosistem yang ada karena ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia masih terbatas. Sedangkan kerusakaan alam berjalan lebih cepat dari yang kita sadari. Saya telah sampai pada suatu pemikiran bahwa sebenarnya alam sama sekali tidak membutuhkan kita, tetapi berbeda sebaliknya. Saya bukan presiden, bukan menteri lingkungan hidup, bukan juga aktifis tetapi saya memiliki semangat ingin melihat kehidupan dunia yang lebih baik untuk anak-cucu kita. Paling tidak, hal ini bisa dimulai dengan selalu mempertimbangkan segala tingkah laku kita setiap saat. Apakah akan berdampak merusak alam atau tidak. Pikirkanlah walaupun kecil dan dengan cara yang paling sederhana. Bagi daur hidup di alam, tidak ada yang paling penting. Because every single thing matters.


Selasa, 12 Juli 2011

Surga Biru

Tidak akan terdengar seperti apa sisi lain Indonesia jika tidak dituangkan ke dalam tulisan. Walaupun sederhana, tapi inilah yang menurut gw pantas untuk dibagi. 

Seperti yang telah banyak orang ketahui bahwa Bali adalah salah satu surganya para petualang yang senang menjelajahi keindahan panorama bawah laut di Indonesia. Sekitar 2 bulan yang lalu gw dapet rezeki untuk kembali nyobain diving di Bali. Tepatnya di wilayah Bali bagian timur yaitu Tulamben dan Amed. Kedua lokasi penyelaman tidak terlalu jauh jaraknya satu sama lain. 

Tulamben
Menurut beberapa media di internet, Tulamben menempati peringkat 3 sebagai diving siteterbaik di Indonesia. Waktu itu hari Selasa di minggu ketiga bulan Mei, gw ngalamin pengalaman pertama melihat keindahan bawah laut Tulamben. Lokasi ini menjadi sangat terkenal di kalangan diver karena disana terdapat bangkai kapal perang angkatan laut USS Liberty yang karam. Ditambah lagi dengan keanekaragaman fauna dan terumbu karang di teluk tersebut. 

Biasanya kebanyakan lokasi diving harus ditempuh dengan menggunakan perahu kecil, namun Tulamben berbeda. Struktur pantainya disusun dari bebatuan pipih halus dan sangat jernih. Warna batuannya mulai dari abu-abu tua dan muda, coklat kehitaman, coklat tua dan juga hitam. Sepintas mirip bebatuan hias di kolam ikan koi. Penyelaman dimulai dengan para diver berjalan menyusuri pantai hingga ke perairan yang lebih dalam. 

Pada kedalaman 1 meter sudah mulai terlihat ikan-ikan kecil yang berwarna biru menyala dengan sirip kuningnya. Mereka hidup bergerombol dan bersembunyi di balik bebatuan yang lebih besar. Semakin jauh dari pantai, kedalaman pun bertambah. Struktur bebatuan sudah mulai hilang dan kita bisa menemukan pasir halus di kedalaman 2-3 meter. Spesies ikannya pun menjadi semakin beragam. Beberapa menit menyelam lebih dalam, sudah mulai terlihat bagian belakang kapal perang tersebut. Sebagian besar bagian kapal sudah tertutup oleh karang dan koral sehingga kapal tersebut telah berubah menjadi habitat ribuan fauna laut.

Ada begitu banyak spesies ikan disana hingga sulit untuk dijelaskan satu-persatu. Seakan-akan gw menjadi bagian dari warga laut yang sedang sibuk menikmati tengah hari. Sepanjang gw melihat sekeliling, semakin banyak ikan yang berenang kian kemari. Ada kumpulan sardin yang berenang melingkar seperti bola raksasa. Di balik terumbu-terumbu karang merah, begitu banyak ikan-ikan hias yang biasa kita temui di akuarium toko ikan. Bedanya, jumlahnya ribuan. Di balik dek kapal karam gw melihat sesosok ikan yang sangat besar dan diam melayang dengan tatapan yang tajam. Ikan tersebut adalah kerapu Goliath. Begitu tenang dengan wajahnya yang sangat tidak bersahabat. Di bagian-bagian sudut kapal, lion fish terlihat berjaga. Ikan ini memiliki sirip yang berbentuk seperti kemucing bulu ayam. Ketika berenang terlihat sangat anggun. Namun, dibalik sirip tersebut tersimpan duri berbisa yang sangat mematikan. Gw hanya memandang dari jarak 2 meter.

Siang itu penghuni laut ada pada puncak aktifitasnya. Banyak yang mencari makan, menjaga sarang, ataupun berpatroli di sekitar terumbu karang. Satu jam telah berlalu dan gw kembali ke pantai karena oksigen dalam tabung sudah mulai habis.  

Singkat kata, Tulamben adalah salah satu lokasi penyelaman terbaik yang pernah gw jelajahi.

Amed
Beberapa hari setelah Tulamben, gw mengunjungi lokasi penyelaman Amed. Daerahnya hanya 10 kilometer jaraknya dari Tulamben. Malah lebih dekat jika keberangkatan dimulai dari Denpasar. Sedikit berbeda dengan Tulamben, lokasi penyelaman di Amed menurut gw lebih indah. Gw bisa melihat megahnya Gunung Agung dari kapal cadik di tengah laut sebelum turun menyelam. Ringkasnya, diatas Gunung Agung dengan matahari menyinarinya, dibawah tebing terjal penuh dengan terumbu karang warna-warni. Perfect! 

Tempat penyelaman ditempuh dengan perahu motor bercadik yang hanya muat untuk 3 orang. Gw menyusuri pantai Amed, mencari lokasi terbaik dimana coral wall tersebut ada. Sauh dilepas, peralatan menyelam dikenakan, dan turunlah gw bersama beberapa orang teman. 

Begitu turun, mulut gw langsung menganga. Indah banget tebing koral di Amed! Beberapa puluh meter sebelum tebing ada lokasi pasir putih di bawah laut. Setelah gw berenang mendekati, terlihat pasir menyembul di beberapa bagian dari dasar laut. Sosok-sosok pipih dan berenang gemulai. Ternyata gw berenang di teritori sting ray atau ikan pari bersengat. Ada sekitar 7 ikan yang berenang bersamaan. Ikan pari tersebut berwarna coklat muda dengan bintik ungu dan biru menyala di punggungnya. Stunning!

Beberapa saat berselang, gw melihat seekor penyu hijau sedang menggali sesuatu di dasar laut. Hewan tersebut sedang mencari makan. Salah seorang temanku menghampirinya dan memegang punggunnya. Gw pun mendekati. Kemudian penyu tersebut menunjukkan sikap defensif dan berubah menjadi agresif. Gw dan teman bermain bersama si penyu. Berenang berputar-putar. Hingga akhirnya penyu itu berenang menjauh ke arah terumbu karang. Gw hanya melihat makhluk tersebut semakin menjauh dan tersamar oleh birunya air laut. 

Gw sangat menikmati keindahan dibawah lautnya. Begitu banyak bintang laut bertebaran. Ada bintang laut yang berwarna biru, ungu muda, abu-abu hingga bintang laut yang bentuknya gemuk berwarna coklat-putih. Tak lama kemudian gw melihat teripang yang sangat besar. Ukurannya hampir sebesar paha gw. Gw mengambil foto yang begitu banyak dibawah sana.

Lalu jarak pandang menjadi sedikit menggelap. Berdirilah di bagian kanan gw tebing curam lengkap dengan bentangan terumbu karang yang begitu megah. Gw sudah tiba di drop-off jurang laut tersebut. Gw belum pernah melihat keindahan dasar laut yang semegah ini. Bahkan fauna di dalamnya lebih banyak dari yang gw saksikan di Tulamben. Rasanya seperti melihat jurang yang tebingnya dihiasi sepenuhnya oleh terumbu karang warna-warni dan mungkin ada lebih dari seribu jenis. Di beberapa celuknya ada Stone fish, salah satu spesies ikan yang berkamuflase seperti batu dan memiliki sirip punggung yang berbisa. Gw melihat Napoleon fish. Ikan yang dicari oleh para marine biologist karena ingin didokumentasikan dan diteliti kehidupannya. Kumpulan anemon laut melambai-lambai mengikuti arus dasar laut. Diatasnya bergerombol sejumlah Clown fish. Spesies ikan ini memiliki lapisan lendir pelindung dari tentakel anemon laut yang mengeluarkan bisa beracun. Gw melihat Blue Tank fish berkejaran di sekitar. Orang biasanya menyebutkan dengan ikan Dori karena diinspirasi dari salah satu film animasi anak-anak Finding Nemo dimana tokoh yang bernama Dori adalah Blue tank. Beberapa lobster sedang bersembunyi di balik koral  dan disebelahnya terlihat bintang laut biru berdiam diri begitu lama. Sepanjang tebing koral tersebut seakan-akan terselip jutaan cerita indah yang dapat diceritakan oleh para penyelama ke siapapun yang mereka mau. Amed memang menyuguhkan panorama yang indahnya sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Sekitar satu jam kemudian, gw kembali naik ke permukaan karena oksigen yang sudah mau habis. Gw naik perlahan-lahan sambil memandang kebawah. Gw melayang bersama gelembung-gelembung udara. Gw menyukai laut karena hanya disanalah tempatnya untuk merasakan rasanya terbang. Kami tidak lagi menjejak ke tanah. Seakan-akan air menjadi udara, tangan direntangkan seperti sayap, dan gw bisa terbang kemanapun gw suka. Gw bisa memandang segala yang bergerak dibawah. Seperti hal burung elang yang rela terbang berlama-lama sembari memandang alam. Ketika berada di dalam laut ibarat berkaca dengan diri gw sendiri. Tenang, biru, besar, dan terasa damai. Terlepas dari hal apapun yang bergejolak di dalamnya.

Cahaya matahari menjadi semakin terang. Gw merasakan sebentar lagi sudah akan menyentuh atmosfir lagi. Perlahan-lahan tangan dan kepala keluar dari air. Tepat di balik perahu cadik, Gunung Agung masih megah berdiri tanpa diliputi satu awan pun. Gw lepas masker dan akhirnya dapat menghirup udara bumi lagi. Hari semakin sore dan gw tinggalkan hati dan kekaguman di bawah dasar Amed. 

Suatu saat mungkin akan kesana lagi. Menyelam lebih dalam dan bercerita lebih banyak. Tuhan mungkin menciptakan beberapa titik nikmat surga di wilayah timur Indonesia. Surga biru di pelosok negeri ini. Kutaruh hatiku, di salah satu celukmu, Indonesiaku.

Sepenggal Cita-Cita

"Uncertainty is the only certainty there is, and knowing how to live with insecurity is the only security" -John Allen Paulos-


Gw punya mimpi dari kecil untuk bisa ngelanjutin kuliah di luar negeri. Pikiran-pikiran di otak inilah yang akhirnya berujung pada surat pengunduran diri. Untuk mengejar mimpi lain, kita harus rela untuk melepas beberapa kepemilikan yang kita punya. Mau S2 di luar negeri ya lepas dulu itu atribut jadi pekerja di dalam negeri. Termasuk juga meretelin segala kenikmatan gaji plus bonus-bonus kuartalan yang bisa berlipat jumlahnya. Gw pengen menghirup segarnya udara Eropa. Alhasil, gw memilih Belanda sebagai destinasi studi lanjutannya.

Ah! Gw ngerasa 6 bulan terakhir ini adalah saat-saat yang paling penuh oleh ketidakpastian. Di awal bulan Februari kemarin, gw dengan kesadaran penuh menulis resignation letter dari salah satu perusahaan telekomunikasi paling kece di tanah air. Surat pengunduran diri itu adalah senjata terakhir setelah berjuang mendapatkan izin cuti diluar tanggungan namun pupus karena tidak setujui oleh salah satu petinggi perusahaan di kantor pusat. Kurang diperjuangkan atasan? Yes. Bukan rezeki? Yes. Tapi tetep dibawa santailah. Singkat kata, akhirnya gw cabcus balik ke Jakarta setelah ngerantau 2.5 tahun di Sumatera. Lebih dari 1.5 tahun gw habiskan di Batam.

Inilah gw kembali ke Jakarta. Ketemu kangen lagi dengan segala macet, polusi, emosi, dan kebisingannya. Ada beberapa sertifikasi yang cuma bisa dicari di Jakarta seperti IELTS, GMAT, TOEFL, dll. Satu-persatu gw ambil dan dicoba juga tesnya. Alhamdulillah, bisa diselesaikan semuanya dalam kurun waktu 2 bulan. Jadi per akhir Maret udah punya segala bekal untuk S2, tinggal menyisihkan waktu untuk konsentrasi menyusun motivation letter / personal statement / essai yang diminta oleh universitas.

Time flies so fast. Sudah tiba di penghujung bulan Maret. Gw mulai mengalihkan konsentrasi untuk merapihkan segala dokumen yang diperlukan untuk apply ke beberapa universitas di Belanda. Sementara itu, Kementrian Komunikasi dan Informatika RI menyelenggarakan seleksi penerimaan beasiswa S2 ke luar negeri. Belanda adalah salah satu tujuan studinya. Tokcer dong!  Gw coba jalani proses demi proses seleksi beasiswa Kominfo tersebut. Menyenangkan rasanya untuk bertemu teman-teman baru. Terselip beberapa wajah lama diantaranya. Proses dimulai dari screening persyaratan administrasi dari mulai fotokopi KTP, hasil IELTS, surat keterangan sehat dari klinik, surat berkelakuan baik dari Kepolisian, berkas penerimaan gaji orang tua sampai dengan formulir khusus seleksi beasiswa yang harus diisi. Terkesan remeh tetapi cukup menyita energi. Lalu tiba saatnya proses wawancara dan psikotes bagi para kandidat penerima beasiswa tersebut.

Seminggu, sebulan, dua bulan, tiga bulan berlalu tanpa kabar apapun dari institusi tersebut. Penantian itu membuat capek batin boy! Mungkin gw kurang memenuhi syarat dan gagal diterima. Lantas gw putuskan untuk melanjutkan hidup dengan berburu beasiswa dan universitas lain. 

Ringkasnya, gw gagal masuk Tilburg University karena skor GMAT yang belum memenuhi. Tetapi gw berhasil diterima di Maastricht School of Management. Keduanya adalah universitas yang cukup bagus di Belanda. Tapi memang tidak bisa dipungkiri kalau gagal masuk Tilburg itu cukup membuat mental jatuh karena itu universitas yang disyaratkan oleh Kominfo. Akhirnya fokus dialihkan ke Maastricht. Seluruh kelengkapan dokumen sudah dipenuhi. Satu-satunya hal yang belum adalah uang. Ya, duit! Kagak ade duit, kagak bisa ngapa-ngapain sob

Gw belom putus asa. Gw sempat mencari info ke agen-agen pendidikan yang ada di STC Senayan. Mereka bilang bahwa jurusan yang gw cari - strategic management atau corporate strategy - ada di Nottingham University, Inggris. Kebetulan gw melihat peluang beasiswa disana. Kemudian beberapa hari kemudian gw apply dan keterima. Namun ternyata beasiswa itu hanya untuk yang berdomisili di Inggris. Lagi-lagi kepentok masalah uang.

Cukup membingungkan rasanya bagaimana memperoleh pembiayaan yang mencukupi untuk studi. Berbulan-bulan gw menekuri solusi apa yang terbaik. Sudah tidak mungkin gw merepotkan orang tua lagi. Tahun depan bokap pensiun dan masih ada adik yang harus dibiayai kuliahnya. Belum lagi kondisi keluarga gw yang terpisah Jakarta-Bali karena bokap ditugaskan disana. Apa jadinya kalau ada pengeluaran ekstra untuk anak sulungnya yang mau melanjutkan studi ke luar negeri?

Waktu berlalu dan sudah memasuki bulan Juli. Hidup terasa berjalan sangat lambat. Pekerjaan sudah dilepaskan. Sekolah lanjutan sudah menunggu di negeri yang dingin nun jauh disana. Tetapi 'bekal' keberangkatannya belum ada. Gw menyiasatinya dengan cara melamar universitas lain dan mencari informasi mengenai beasiswa di tempat lain. Rasanya seperti mengulang pekerjaan berkali-kali. Persiapan - proses aplikasi - menunggu, begitu seterusnya. Benar-benar membosankan. Ada beberapa saat dimana gw seakan-akan harus banting stir untuk mencoba melihat kemungkinan studi di negara lain seperti Spanyol, Swiss, Selandia Baru, Australia. Sayangnya tidak ada yang begitu menggugah.

Rasanya sulit untuk mewujudkan mimpi studi ke Belanda dengan beasiswa di tahun 2011 ini. Memang pada dasarnya gw yang mengejar dan menjalani proses tersebut langkah demi langkah. Ada yang rasanya sungguh memuaskan, ada yang biasa-biasa saja, dan ada juga yang gagal. Gagal itu tidak enak. Apalagi gagal dengan kondisi gw mengetahui apa yang perlu diperbaiki, namun sudah terhantam keras secara mental. Dibalik seluruh perasaan yang campur aduk tersebut, gw merasa bahwa hal-hal baik yang gw dapat lebih banyak dari hal-hal buruknya. Singkat kata, I guess God still loves me. Terlepas dari kemungkinan gw yang kurang usaha dan berdoa. 

Beberapa sahabat masih bisa dijadikan 'tempat sampah' untuk bicara mengenai rencana studi gw. Beberapa sahabat udah pergi ke negeri yang dingin lebih dulu, sekolah disana. Beberapa sahabat sudah mulai jauh secara batin karena terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Intinya, problem-problem ini lebih banyak gw hadapi sendiri.

Hari sudah mulai memasuki minggu kedua Juli. Salah satu teman gw mengirim pesan di BlackBerry messenger (BBm). Ternyata ada nama gw di pengumuman calon penerima beasiswa Kominfo. No. 37 Nalendra Widigdya. Gw sempat gemetar ketika membaca pengumuman tersebut. Tangan langsung dingin dan gw mencoba memperhatikan setiap kalimat pengumumannya. Ada rasa haru yang tiba-tiba datang. Seperti diselimuti udara yang berbeda dari udara yang biasanya. Yes, it's my name! It's me! Ini salah satu jawaban Allah atas segala yang gw minta selama ini. Sejujurnya beberapa hari belakangan, gw sering berkomunikasi via BBm dengan seorang teman baik yang sedang melaksanakan ibadah umroh di tanah suci Mekkah. Gw selalu bilang jangan lupa untuk mendoakan segala yang terbaik untuk rencana studi ke depan. Untuk yang kesekian kalinya dalam hidup, gw sangat percaya bahwa Mekkah dan Madinah adalah tempat-tempat yang paling mustajab untuk berdoa. Segala doa akan diijabah oleh Allah SWT jika tujuannya memang untuk kebaikan. Rezeki menjadi salah satu calon penerima beasiswa, gw percaya, juga dipengaruhi oleh teman baik gw yang sedang ibadah disana. Adalah benar adanya kalau Allah menurunkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Valid, 100%!

Ngomong-ngomong, ujian hidup ngga akan pernah berhenti datang. Sekolah, sudah dapat. Beasiswa, sudah dapat. Bagaimanapun juga masih ada satu persoalan lagi yang harus diselesaikan. Gw diterima di universitas yang tidak punya hubungan kerjasama dengan Kominfo. Sebuah universitas di daerah perbatasan Belanda-Belgia-Jerman dengan keindahan arsitektur ala kota-kota Eropa tempo dulu dilengkapi dengan suasana perbukitan beserta sungai-sungai yang mengalir di tengah kotanya. Sekolah itu bernama Maastricht School of Management.

Beberapa pekerjaan lanjutan yang wajib untuk diselesaikan adalah mengurus ke Tilburg. Apakah berkas aplikasi gw masih bisa dipertimbangkan ulang berhubung gw sudah dapat beasiswa studi ke Tilburg University dari kementerian. Selanjutnya, mengkomunikasikan kepada pihak kementerian apakah calon penerima beasiswa memungkinkan untuk dibiayai di universitas lain diluar persyaratan beasiswa.

Jawaban dari Tilburg University dan Kominfo akan menjawab penantian hidup gw selama 7 bulan pertama di tahun 2011. Apakah gw akan bisa berangkat sekolah ke Belanda? Who knows? "Yang paling pasti hanyalah ketidakpastian", kata John Allen Paulos. Selama ada niat baik, usaha dan doa, sepertinya segala akan terasa lebih baik.

Jangan berhenti mencoba kawan! -Dari untuk dan oleh saya-