Selasa, 09 Agustus 2011

Cerita Sembilan Agustus

Waktu semakin dekat menuju keberangkatanku ke Belanda. Hal-hal yang sudah terbayangkan untuk diurus sekarang datang satu persatu seperti antrian pekerjaan yang menunggu untuk diselesaikan secepatnya.

Sementara itu, hari telah menyentuh sepertiga Ramadhan. Berlalu begitu saja. Terkadang aku hanyut dalam pikiran yang menerawang jauh ke suatu negeri yang jauh itu. Membayangkan seluk-beluk kota dan bangunan-bangunannya. Suasana sore bersama orang-orang belum pernah kukenal sebelumnya. Bayangan yang aneh.

Sudah dua minggu belakangan ini Rhea sering muncul di layar BlackBerry-ku. Entah hanya sekedar menanyakan kabar ataupun bercerita mengenai apapun yang menarik perhatiannya. Aku cukup jarang bertemu langsung dengan Rhea, namun kami seperti saling menyimpan diri pada sebuah layar BlackBerry. Hubungan yang aneh. Aku seperti kehilangan 'sentuhan' untuk memperlakukannya sebagaimana mestinya. Saat ini, lebih baik untukku bekerja sama dengan waktu yang kuharapkan dapat membuat hubungan ini ada di posisi yang lebih baik.

Di perjalanan Bekasi Barat - Jakarta, kami saling menggeledah hati yang terlalu lama ditimbun oleh tumpukan cerita usang bekas peristiwa masa lalu. Beberapa ceritanya terasa seperti alat kejut listrik bertenaga ringan karena banyak hal yang Rhea ceritakan dan tidak pernah kuduga sebelumnya. Sedangkan serangkaian cerita lainnya cukup menyenangkan. Sebagian berhubungan dengan saat itu, sebagian tentang masa depan. Mungkin pintu-pintu masa depan telah diturunkan oleh Sang Penguasa sepanjang jalan tol itu. Sebatas seluruh kata yang dituturkan Rhea. Aku tidak tahu.

Seringkali kami terlihat saling berdiam diri setelah ngobrol beberapa saat. Mencerna kata yang saling-silang kita ucapkan. Penunjuk jalan telah berganti dari 12 km ke 11 km. Mobilku pun melaju semakin cepat, seiring dengan matahari yang mulai turun perlahan dan meredup sinarnya. Waktu semakin berlalu, itu pasti. Tapi Rhea? We'll see.

Tidak ada komentar: