Kamis, 23 Oktober 2008

Kejar...

Dear Papa dan Mama,
Andaikan kalian berdua dapat melihat apa yang terjadi dengan anakmu, pastilah kalian akan membelikan tiket pulang ke Jakarta naik pesawat pribadi pesenan Pak Presiden SBY. Ini adalah kisah hidup anak sulungmu yang sedang berjuang menerpa angin dan badai kehidupan Sumatera.

Ceritanya...
Dua puluh dua Oktober tahun dua ribu delapan. Inilah awal dari perjalananku untuk bertugas di salah satu pulau terpencil di tanah air kita yang tercinta ini, yaitu kota Tanjung Balai Karimun di Pulau Karimun yang termasuk dalam wilayah Riau Kepulauan berpuluh-puluh kilometer jauhnya dari pesisir terujung propinsi Riau.

Ketika atasanku memberi komando untuk menyerang daerah ini (begitulah saya melebih-lebihkannya..menyerang pun artinya menyerang penduduk pulau untuk dibanjiri produk-produk perusahaanku (Ehm! produk telekomunikasi)), aku langsung berpikir bahwa mungkin inilah yang akan menjadi pengalaman hidup yang tak terlupakan. Secaraaaa, aku akan mengadu nasib hidup di daerah kepulauan dengan pengetahuan dasar yang berada di titik nol! Hmmm, mungkin lebih tepatnya, dengan terpaksa mengadu nasib (hmmm...sebenernya nasibku itu kan atasan yang menentukan, jadi yaa...please deh ah jangan kebanyakan berfilosofi).

Oke! Kita lanjut. Aku akan ditempatkan sementara selama 2 bulan katanya. Terlebih lagi stelah aku sudah mendengar iming-iming atau moral support dari sang atasan seperti ini: "Kamu adalah yang terpilih! Dengan kehadiran kamu, maka diharapkan salah satu perusahaan kita akan mengalami perubahan secara bertahap dari segi semangat, fase kerja dan pengetahuan!". Tergetarlah hatiku mendengarnya...Ooooh...Namun perasaanku mengatakan bahwa 'sepak bola tak semudah memainkannya di video game' atau dengan kata lain, aku mungkin akan menghadapi cobaan hidup yang lumayan berat (at least for a 22nd years old male). Cerita ini bermulai dari....

Perjuangan Nomor 1: Nalendra vs Pesawat
Cerita ini berawal dari Medan, 21 Oktober 2008. Pesawat take-off pukul 11.45 dan pukul 11.30 aku masih celingak-celinguk di dalam mobil mencari dimana gerbang masuk bandara Polonia. Setelah berhasil menemukannya, aku tergopoh-gopoh membawa koper seberat 23.7 kilogram menerobos kepungan porter-porter bandara Polonia yang menawarkan tangannya untuk menolong dengan mengacungkan telunjuknya kepadaku. Terobos!, pikirku. Dan dengan suksesnya aku berhasil menerobos. Alhasil, 1-0 untuk Nalendra vs para porter! Memang orang terkenal jika mau naik pesawat akan selalu dicari masyarakat (baca: porter).

Singkat kata: Aku terlambat ke bandara.

Setelah menaklukkan para porter dan kerumunan orang di bandara seperti belut yang berkelok-kelok diantara rimbunya padi sawah Pak Tani, aku mendengar panggilan terakhir: "Untuk saudara Nalendra, diharapkan kedatangannya di gate-4". Yak, orang satu pesawat menunggu superstar mereka! Hancurlah hidup ini!

Akhirnya dengan jaya raya aku tiba di depan tangga masuk pesawat setelah diantar naik mobil kijang eksklusif (alias sendirian). Koper yang sebetulnya overload telah 'diselipkan' dengan load pesawat yang lainnya. Tak apalah, yang penting terlihat seperti orang penting. Aku pun duduk dengan gamangnya di kursi nomor 14 D. Dan selanjutnya kedinginan dihantam AC yang mahabeku. Inilah awal dari perjuangan.

Perjuangan Nomor 2: Batam ooh Batam...
Satu setengah jam berlalu dan aku tiba di bandara Hang Nadim, Batam. Gersang dan panas. Namun cukup cantiklaaah, sebagai bandara. Aku sempat mampir sebentar ke kantor cabang terkait untuk soan dengan para petinggi perusahaan disana dan beberapa saat kemudian diberi wangsit dan wejangan sedikit. Sama seperti hal diatas, sebuah mental support.

Intinya, aku menunggu lebih dari 2 jam akan kehadiran beliau. Waktu itu pukul 15.08 dan beliau tak kunjung datang. Jika pukul 15.30 aku belum berangkat menuju pelabuhan, matilah aku dalam pengejaran jam berangkat kapal ferry. Artinya, perjuangan nomor dua telah dekat.

Benar ternyata. Petuah-petuah baru selesai diutarakan oleh sang atasan tepat pada pukul 15.30. Aku pun dengan sopannya pamit dan dengan beringasnya turun ke lantai 1 dengan mobil pengantar ke pelabuhan telah stand-by di bawah. Sungguh jika aku dilawan dengan kecepatan lari seekor singa pun aku tak akan kalah. Aku pun dengan pak supir langsung berangkut ke pelabuhan Sekupang di pantai paling Barat dari Pulau Batam itu sendiri. Hatiku deg-deg-ser dengan cara pak supir menyetir. Satu-dua inci dari mobil lain itu normal, mencium bumper mobil depan pun biasa, yang tidak biasa adalah menabrak seseorang hingga meninggal. Aku hanya menyeka peluh di kepala. (huuufff....) Hingga akhirnya tiba juga di Sekupang.

Perjuangan Nomor 3: Nalendra dan Bergoyangnya Kapal Kita
Aku telah tiba di pelabuhan dan tiket kapal pun telah kubeli. Setelah berpamitan cipika-cipiki dengan sang supir (...ini boongan ko), aku langsung menuju dermaga. Barangku yang 23.7 kilo itu masih saja terasa berat. Tak lama kemudian kapal pun datang, para kuli pun mengangkut segala barang muatan. Ketika seorang kuli mengangkat koperku, ia pun terguling hampir kecebur laut dengan suksesnya karena mungkin koperku terlalu berat. "Ha-Ha-Ha-Ha!", aku tertawa terkekeh-kekeh dalam hati. Lalu ketika bangun ia mengeluarkan muka beringas ke arahku dan matanya seakan membunuhku. Seperti film Gerhana dimana aktornya sering sok-sok'an melototin lawan-lawannya. Tapi alangkah besar karismaku, ia tidak menghiraukan lagi dan mengangkat barang lainya.

Kemudian, 2 jam aku lalui dengan duduk di kursi penumpang paling pinggir kiri. Ada seorang penyanyi pelabuhan yang mendendangkan lagu-lagu dangdut lama seperti Bang Toyib dan entahlah apa lagu lainnya. Ia membopong satu radio kaset dikalungkan ke lehernya. Persis seperti pedagang asongan kota menjajakan dagangannya. Dan hari itu aku memang apes. Suara sang penyanyi mengalahkan deru mesin kapal. Setelah selesai menyanyi, ia berkeliling ke belakang sembari menyodorkan satu plastik Kacang Dua Kelinci untuk meminta upah seikhlasnya dari kami para penumpang sambil mendoakan selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan, semoga dipanjangkan rezekinya oleh Allah SWT, amin ya rabbal'alamiin. Andaikan aku boleh memberi, mungkin aku akan menyodorkan segenggam kacang goreng untuknya (hehehehe...). Langsunglah aku mengeluarkan Ipod andalanku dari ransel dan kemudian menjadi pengiring tidurku yang lelap sepanjang kapal mengarungi kejamnya ombak yang sedang tinggi. Lalu segalanya tampak lebih indah ketika bermimpi aku masih di Jakarta bersama keluarga dan kawan-kawan setia.

Perjuangan Nomor 4: Nyangkut di Pulau Kita
Dua hari setelah aku tiba di Tanjung Balai Karimun, aku masih ternginang oleh perjalanan yang memakan memori besar di komputer otakku. Saat ini aku masih stuck di depan komputer meja kerja seorang supervisor wanita yang ramah-sabar-penyayang-dan tidak sombong. Aku diberi titah untuk menggunakan PC miliknya selagi ia meeting ke Batam.

Sebetulnya, hidup tak selamanya indah. Namun, dibalik ketidakindahan itu, pasti masih banyak keindahan-keindahan lainnya akan aku temukan seiring dengan berjalannya waktu. Oh, benar-benar kata-kata yang manis, yang aku sendiri tak tahu apa artinya.

Singkat kaya, inilah deskripsi singkat kota dimana kakiku ini berpijak:
- Depan laut, belakang laut, kanan-kiri laut...
- Jalan2nya segede-gede Braga Bandung..
- Bangunan jalan utamanya seperti Braga, tetapi mengikuti versi jaman penjajahan belanda dimana desingan peluru masih dimana-mana...
- Prostitusi menjalar kemana-mana. Bahkan sampe ngetok kamar hotel! Dari yang kelas peluru, kelas welter ringan, kelas berat 60-70 kg, sampai yang sebanding sama king-kong di Taman Safari ada!!!
- Kagak ada Mall!! Tempat perbelanjaan ngga ada yang lebih bagus dari pasar Tebet..(tanpa bermaksud merendahkan keadaan kota ini -memang perbandingan itu kadang menyedihkan)
- Kagak ada supermarket. Kalo Borma (sebagai perbandingan) ada disini, bakal naiklah pamor ekonomi sekota..
- Kalo mo nge-bioskop harus ke Batam. (Ooo emaaa...ak, masa ngabisin 70 ribu + 5500 tiket ferry ke Batam belom bayar taxi dan nontonnya).....Dan belum pasti dapet teman jalan. (hufff...)
- Mode transportasi (1) Perahu, (2) Sampan, (3) Kaki dan tangan kita (alias berenang)
- Rute pulang ke Jakarta: 2 jam naek perahu ke Batam, 1/2 Jam naek taxi ke Airport Hang Nadim, nunggu 1 Jam sebelom boarding, 1,5jam naek pesawat ke Jakarta, nyampe Soekarno-Hatta ngambil barang dll mungkin 1/2 jam, jalan ke rumah 1/2 jam...jadi ya butuh waktu 6 jam ke Jakarta........Kalo gw pulang Jumat siang, nyampe Jakarta malem. Nah, hari minggunya mati awak!!!
- Katanya gw 2 bulan disini.. Pertanyaan yang melintas di benak: "gimana klo lebih???" *&(^!@#%(*^!#%*&^$^%$%@!$#@%^&^- Orang-orang kantor agak aneh nampaknya: Jam Kantor selesai kan jam5. Ini jam 3 udah ad beberapa yang cabut, buat nonton KOMPETISI SEPAK BOLA ANTAR PULAU dan berkedok mau ngecek branding....dan gw masih dengan suksesnya nyangkut di kantor (dengan masih bertanya2 mengapa bisa tercipta fanatisme terhadap tim Antar Pulau).. ...sang manager tercinta menjadi orang yang berangkat duluan di Garis Depan... (Ooh Bapak..aku mencintaimu karena alangkah baik hatinya dirimu kepadaku dua hari ini)
- Masih bingung dengan nasib....Padahal gw cinta alam dan laut, namun mengapa cinta belum juga tumbuh...
Inti dari cerita ini adalah: "Ternyata masih banyak yang lebih beruntung dariku...Makanya aku harus semangat mengejar matahari dan cita-cita lainnya!"
Hahahahahahahahahahahahaha... I laugh in the face of disaster! =P


Senja di Tanjung Balai Karimun,
22 Oktober 2008


Lends

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Keep on writing, Lend!!!

Suksma Ratri mengatakan...

Kak... blognya sepi amat? Nggak ada foto, nggak ada "mainannya". Iiiihh...