Ingatlah kita disini selalu akur
Menengadah di alas tempat kita tersungkur
Tanah ketenangan
Menanti diri bersiap untuk mati
Seperti ruh ruh yang menghempas peraduan
Mari kutandu kawan!
Enyah dari bising roda di persimpangan
Cacian perawan tua di kebingaran pasar
Kita menyungkur bersama sekarang
Goyah meradang. Kegamangan melecut sedari kemarin
Bintang pada melari
Melampaui kota yang menidurkan hari
Dari bukit yang ditonggaki sesuara kita
Kita dengar angin memuja diri, setelah lolongan anjing mengembara
Tawa dihela, meski kita tak kuasa menelanjangi dosa dosa
Seorang berdesing sedang mencakari wajah
Di atas tanah
Tentu ia lumpuh sudah
Ingatlah disini kita tak ‘kan saling menghambur
Walau iblis menggempur
Aah, entaskan kesesatan itu!!
Diantara pohon pisang yang remuk, kembali pelepahnya berlambaian
Buahnya berjatuhan
jadi seharum udara yang menginap semalaman disana
Ingatlah disini pengkhianatan akan dibui
Kita bersenda ria
Setuang kopi, cukup sudah!
Disinipun tampak jejak jejak rumah Tuhan
Hati rindu untuk berpulang. Mengerang. Kita mau tunggu sampai Izrail datang
Dan lenyaplah padaNya pertanyaan kita!
Baru tiba,
Kita melayari pagi lagi…
Jakarta, 10 Januari 2006
Semua Cerita Kita
Minggu, 11 Desember 2011
... ... ...
Cassiopeia..
Dengar kidungannya
Berbaring di sisinya
Di deru beku kini
dan lampu masih berpendar jua
Sedarinya terlelap di penghujung senja,
menunggu waktu disibakkan kembali
Pada masa lalu. Termenung kita di dermaga tua
Maya. Mereka memanggilnya
dari bukit ke pantai,
kembali ke rumah kita
Cassiopeia..
Dengar nyanyiannya
Jakarta, 31 Oct 2007
Dengar kidungannya
Berbaring di sisinya
Di deru beku kini
dan lampu masih berpendar jua
Sedarinya terlelap di penghujung senja,
menunggu waktu disibakkan kembali
Pada masa lalu. Termenung kita di dermaga tua
Maya. Mereka memanggilnya
dari bukit ke pantai,
kembali ke rumah kita
Cassiopeia..
Dengar nyanyiannya
Jakarta, 31 Oct 2007
Cerita Dari Toko di Persimpangan Jalan
Kerlip lilin dan jerami
menyatu kembali lalu dan kini
Lentera tak berjelaga
Ia pun terdiam dalam lamunannya
Pada malam tak berperisai
purnama semegah nyawa semesta
Ia perempuan
mahadaya putri tanpa takhta
Dari cahaya yang meliputinya
Entah nasib, daya atau tenaga
'kan kembali ke peraduannya
Hala merintang, duka terbilang
Semua terbuang
dan andai tampak mengudara
Pun aku juga sangsi
Untuk mengerti
Hidup ditiupkan. Diselimutkan
separuh jiwa
Atasnya perjalanan 'kan selalu dilanjutkan
Bandung, 28 Oktober 2007
menyatu kembali lalu dan kini
Lentera tak berjelaga
Ia pun terdiam dalam lamunannya
Pada malam tak berperisai
purnama semegah nyawa semesta
Ia perempuan
mahadaya putri tanpa takhta
Dari cahaya yang meliputinya
Entah nasib, daya atau tenaga
'kan kembali ke peraduannya
Hala merintang, duka terbilang
Semua terbuang
dan andai tampak mengudara
Pun aku juga sangsi
Untuk mengerti
Hidup ditiupkan. Diselimutkan
separuh jiwa
Atasnya perjalanan 'kan selalu dilanjutkan
Bandung, 28 Oktober 2007
BatamBiru
Seperti pepohonan yang diterpa angin semalaman
dan koyaknya daun-daun yang tiada lagi bertuan
Menggeruskan tubuh yang kelu beku
Hanya beberapa waktu saja, berhenti riam-riam nadi
Dulu bingar pernah mampir kemari
Membawa teman atas nama cinta dan asa
Melepuhkan noda-noda masa lalu, derita lalu
seperti hujan yang menghapuskan jejak-jejak langkah, malam itu
Setelah dilontarkan janji-janji,
yang membuat malam menerbitkan hari
Hidup menjadi sebenar-benarnya arti
Dimana cahaya tak lagi berani untuk melari
***
Nada-nada ditinggalkan
Kursi-kursi kosong sudah
Dia. Menghilang dipelataran kata-kata, janji-janji
Kepercayaan. Tiada lagi
Batam, 19 April 2010
dan koyaknya daun-daun yang tiada lagi bertuan
Menggeruskan tubuh yang kelu beku
Hanya beberapa waktu saja, berhenti riam-riam nadi
Dulu bingar pernah mampir kemari
Membawa teman atas nama cinta dan asa
Melepuhkan noda-noda masa lalu, derita lalu
seperti hujan yang menghapuskan jejak-jejak langkah, malam itu
Setelah dilontarkan janji-janji,
yang membuat malam menerbitkan hari
Hidup menjadi sebenar-benarnya arti
Dimana cahaya tak lagi berani untuk melari
***
Nada-nada ditinggalkan
Kursi-kursi kosong sudah
Dia. Menghilang dipelataran kata-kata, janji-janji
Kepercayaan. Tiada lagi
Batam, 19 April 2010
Hingga Aku Tak Mau Pergi Lagi
Ini adalah mimpi sejuta malam
Gelombang berdeburan
Angan-angan berhamburan
Atas kuasa siapa kapal-kapal berlaut
dan langit ditautkan pada segaris
batas kemuning di lepas sana
Aku adalah pelancong muda
bernyawa elang diudara
Hidup lebih dari sekedar kesempatan untuk berlalu saja
Kaki-kaki kulemparkan ke jauh muka
Jauh ke tanjung lain, pantai lain
Hingga habis sudah asa
Sampai tenang habis dirampas udara
Dan peluh berlarian dengan cahaya
Aku mau jalan terus
Sepenggal nyawa pertaruhannya,
berpacu dengan waktu, bertempur dengan samudera
Dulu, air mata berderai oleh kelembutan seorang hawa
Dan cinta terlahir oleh rengkuhannya
Sedarinya terlelap di penghujung senja,
menunggu waktu disibakkan kembali
Pada masa lalu. Termenung kita di dermaga tua.
Melukiskan dermaga yang rapuh dan dicumbui riaknya
Dan ia masih bertemankan penuhnya purnama
Yang meluapkan segara,
hingga mampir dingin yang memendarkan suara kita
Berlalu beku, sekejap saja
Aku tak peduli
Aku mau jalan terus
Mengejar matahari
Di semenanjung lain
Pantai lain
Hingga aku tau mau pergi lagi
Suatu waktu nanti
Pulau Burung, Kepulauan Riau, 17 Desember 2008
Gelombang berdeburan
Angan-angan berhamburan
Atas kuasa siapa kapal-kapal berlaut
dan langit ditautkan pada segaris
batas kemuning di lepas sana
Aku adalah pelancong muda
bernyawa elang diudara
Hidup lebih dari sekedar kesempatan untuk berlalu saja
Kaki-kaki kulemparkan ke jauh muka
Jauh ke tanjung lain, pantai lain
Hingga habis sudah asa
Sampai tenang habis dirampas udara
Dan peluh berlarian dengan cahaya
Aku mau jalan terus
Sepenggal nyawa pertaruhannya,
berpacu dengan waktu, bertempur dengan samudera
Dulu, air mata berderai oleh kelembutan seorang hawa
Dan cinta terlahir oleh rengkuhannya
Sedarinya terlelap di penghujung senja,
menunggu waktu disibakkan kembali
Pada masa lalu. Termenung kita di dermaga tua.
Melukiskan dermaga yang rapuh dan dicumbui riaknya
Dan ia masih bertemankan penuhnya purnama
Yang meluapkan segara,
hingga mampir dingin yang memendarkan suara kita
Berlalu beku, sekejap saja
Aku tak peduli
Aku mau jalan terus
Mengejar matahari
Di semenanjung lain
Pantai lain
Hingga aku tau mau pergi lagi
Suatu waktu nanti
Pulau Burung, Kepulauan Riau, 17 Desember 2008
Turning Point
Keras
Hidup yang tiada bergumam
Di dada kusematkan garisgaris wajah kalian
Berdarah keras
Bernyawa keras
Dari setiap titik yang terlintas
Takdir datang bukan untuk memisah
Entah apapun itu
…bencana, prahara,
atau kematian yang harus datang
lebih cepat dari yang telah dituliskan
Satu-satu gugur berjatuhan
Biarlah kita senantiasa diperangi dunia
Sengsara bukan medan untuk menyerah!
Bandung, 12 Juli 2006
Hidup yang tiada bergumam
Di dada kusematkan garisgaris wajah kalian
Berdarah keras
Bernyawa keras
Dari setiap titik yang terlintas
Takdir datang bukan untuk memisah
Entah apapun itu
…bencana, prahara,
atau kematian yang harus datang
lebih cepat dari yang telah dituliskan
Satu-satu gugur berjatuhan
Biarlah kita senantiasa diperangi dunia
Sengsara bukan medan untuk menyerah!
Bandung, 12 Juli 2006
Pilgrim
Pada akhirnya kita akan berpulang juga
Ke tujuan yang sama
Kota lalu, tempat nyawaku ditiupkan
Mengikuti arus manusia
Yang kembali berpulang ke peradabannya
Perantauan yang entah terjadi
Atas nama agama atau sekedar dogma
Atas kuasa-Nya beriburibu dari kita
Berjalan dan berlari
Penantian rentetan hari
Kembali pada kuasa-Nya
Ke Jakarta kita,
Air matapun tertumpah sudah
Dia ada
Untukku kembali ke pelukan-Nya
Penantian di penghujung kini
Melalui padang hari, cekam malam
Bicarapun tertutur dan rasanya seperti tertikam
Dan waktu memegang kuasanya
Seseorang ada
Untukku mendengar ceritanya
Punah sudah segala duri
Dan rindu yang perlahan membunuhku
Demi satu petang,
Habis sudah peluh tenaga
Terbang melayang
‘Tuk senantiasa kembali ke pelukan-Nya
Bandara, Semarang 15 Oktober 2007 (Idul Fitri)
Ke tujuan yang sama
Kota lalu, tempat nyawaku ditiupkan
Mengikuti arus manusia
Yang kembali berpulang ke peradabannya
Perantauan yang entah terjadi
Atas nama agama atau sekedar dogma
Atas kuasa-Nya beriburibu dari kita
Berjalan dan berlari
Penantian rentetan hari
Kembali pada kuasa-Nya
Ke Jakarta kita,
Air matapun tertumpah sudah
Dia ada
Untukku kembali ke pelukan-Nya
Penantian di penghujung kini
Melalui padang hari, cekam malam
Bicarapun tertutur dan rasanya seperti tertikam
Dan waktu memegang kuasanya
Seseorang ada
Untukku mendengar ceritanya
Punah sudah segala duri
Dan rindu yang perlahan membunuhku
Demi satu petang,
Habis sudah peluh tenaga
Terbang melayang
‘Tuk senantiasa kembali ke pelukan-Nya
Bandara, Semarang 15 Oktober 2007 (Idul Fitri)
Langganan:
Postingan (Atom)